Berselang beberapa tahun, terjadi musim
kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan tanam tanaman disawah mati
kekeringan dan ternak (kerbau, lembu, kuda) menjadi kurus karena rumput
rumputpun tak ada yang tumbuh. Raja Sibagot ni Pohan mulai pusing
memikirkan malapetaka yang menimpa negeri. Kemudian dia memanggil “ Datu
parmanuk diampang,” ( dukun yang pandai melihat tanda tanda dari
seekor ayam yang dipotong dan ditutup dengan bakul ) untuk menanya apa
gerangan penyebab maka terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Dukun
yang melaksanakan acara ritual itu mengatakan : “ mamereng boa – boa ni
parmanuhon on, ingkon elehon do sahala ni ompu, paluan ogung sabangunan
jala lahaton horbo sitingko tanduk asa udan paremean. “ ( melihat tanda –
tanda dari ayam yang dipotong ini, harus dibujuk sahala nenek moyang
dengan memukul gendang dan memotong kerbau besar, baru turun hujan
pemberi berkah ).
Mendengar petunjuk yang diberikan dukun
itu Raja Sibagot ni Pohan berjanji akan memenuhinya. Lalu mengumpulkan
penduduk negeri memberitahukan akan diadakan Horja Sakti mengelek sahala
ni ompu. Pada saat perundingan itu Raja Sibagot ni Pohan mengatakan
kepada adiknya Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan : “ Ala Maol
do luluan borotan dohot umbu – umbuan na Porlu tu Horja Sakti on, hamu
na tolu ma borhat tu harangan laho mamulung. “ ( karena sulit mencari
kayu borotan dan ramuan yang perlu untuk Horja Sakti ini kalian
bertigalah pergi kehutan untuk mengumpulnya.)
Mendengar perintah raja Sibagot ni Pohan
itu, ketiga adiknya tercengang. Mengapa harus kami yang disuruh ?
demikian terlintas dibenak mereka masing – masing. Walaupun mereka
merasa kecewa, perintah Raja Sibagot ni Pohan tetap dilaksanakan. Mereka
berangkat ke Harangan Leok ( hutan Leok ) arah Tambunan sekarang. Dalam
perjalanan dari balige ke harangan leok, Sipaettua, Silahisabungan dan
Siraja Oloan memperbincangkan pemikiran Abang Mereka Raja Sibagot ni
Pohan yang tega menyuruh mereka pada hal masih banyak orang lain yang
patut disuruh. Karena merasa kecewa, timbul niat tidak mengikuti horja
Sakti itu, lalu mereka berkeliling di Harangan Leok menunggu selesai
Upacara Horja Sakti.
Setelah diperhitungkan hari pelaksanaan
pesta selesai mereka kembali dari harangan leok dan pura pura tergopoh –
gopoh membawa borotan dan pulung – pulungan ( ramuan) kehalaman rumah
di Lumban Gorat Balige.
Mereka seakan terkejut melihat borotan
yang sudah layu dihalaman rumah itu dan berseru memanggil Raja Sibagot
ni Pohan dan Bertanya : “ Bang, inilah Borotan dan Ramuan yang kami
ambil dari harangan Leok. Sangat Sulit Mencari Ramuan ini Sehingga kami
terlambat pulang. Kulihat dihalaman rumah ada sudah borotan yang layu,
apa yang terjadi ? “ Kata Silahisabungan. Dengan senyum dan Ramah Raja
Sibagot ni Pohan menjawab : “ Terima Kasih, terima kasih adik sayang.
Kalian sehat – sehat semua. Kusangka ada terjadi malapetaka dihutan
karena kalian tak pulang. Karena hari yang ditentukan dukun sudah tiba,
Horja Sakti sudah selesai dilaksanakan. Borotan dan ramuan yang kalian
bawa ini baiklah kita simpan untuk Horja Sakti kelak, Katanyan Membujuk
adik adiknya itu . Dengan tegas Silahisabungan berkata : “ Pantang
Ucapanmu Itu . Tak Baik Kita mohon agar terjadi Lagi musim kemarau yang
Berkepanjangan “ . Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah….,
memang Abang Kurang bijak. Mana mungkin kami adikmu sebagai suhut
disuruh mengambil borotan dan pulung pulungan. Kan masih ada orang lain ?
Nah, kami serahkan kepada Silahisabungan mengambil keputusan. rupanya
mereka bertiga sudah berjanji, bila Horja Sakti dilaksankan Raja Sibagot
ni Pohan merek akan meninggalkan kampung halaman.
Dengan suara lembut dan meyakinkan
Silahisabungan berkata :“ Abang sebagai raja dinegeri ini telah
mempermalukan kami. Apa kata penduduk negeri ini, kami sebagai suhut
sudah dianggap jadi anak pungut, kau laksanakan Horja Sakti tanpa kami
hadiri. Kami sebagai adik kandungmu tidak kau hargai, memang tindakanmu
itu tidak manusiawi. Untuk menjaga harga diri, lebih baik kami
menjauhkan diri. Berangkatlah kami bertiga tinggallah abang seorang
diri, mudah – mudahan mula jadi memberikan rejeki “.
Raja Sibagot ni Pohan terpelongoh
mendengar kata – kata dan ucapan Silahisabungan yang menyayat hati.
Memang benar tuntutan adikku ini, tetapi apa mau dibuat nasi sudah
menjadi bubur. Sebagai raj takmungkin mengalah, lalu berkata : ”
sudahlah Silahisabungan, kalau soal jawab tidak ada tandinganmu,
terserah kalian bertiga apa permintaanmu tidak saya larang,
Mendengar kata Raja Sibagot ni Pohan yang
kurang persulasif ini Silahisabungan marah dan berkata “sudahlah, mana
jambar { bagian ) kami dalam Horja Sakti itu, Supaya kami berangkat dari
kampong ini . kami tidak perlu lagi brhubungan dengan kau, sedang asap
apimupun tidak boleh kami lihat dan bila ada pohon pisangku yang berbuah
menyembah kekampung ini akan saya tebang.“
Demikianlah akhir pesta Horja Sakti
Sibagot ni Pohan yang menimbulkan perpisahaannya dengan adiknya si
paetua, Silahisabungan dan siraja Oloan. Dalam berita ini nampak
karakter Silahisabungan yang berpendirian teguh dan tak ada
tanggungannya dalam soal jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar